MAQAMAT
A. Pendahuluan
Dalam kehidupan dunia serba hedonis dan materialis-kapitalis ini, manusia memang berhasil mencapai peradaban yang besar dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Namun di balik itu ada kegersangan jiwa dan batin yang diderita oleh manusia di zaman modern. Hal itu juga dirasakan oleh kita umat muslim. Tasawuf dan dunia sufi bukan sesuatu yang tak lagi relevan bagi kita dan manusia umumnya dalam kehidupan modern ini, tapi justru posisinya sangat strategis karena mampu mengobati hati yang kering, jiwa yang gersang, menuju ketentraman hati dengan cinta pada Tuhan. Menyadari apa hakikatnya dunia ini sehingga tak perlu lagi pantas dicintai.
Dalam dunia tasawuf, banyak sekali bermunculan aliran-aliran tasawuf. Setiap aliran dengan para tokohnya selalu menempuh usaha-usaha dalam mencapai derajat kesufian tertinggi. Usaha-usaha itulah yang disebut maqamat.
Mengenai pembahasan tentang maqamat dan jenis-jenisnya akan dijelaskan pada sub berikutnya.
B. Pembahasan
1. Pengertian Maqamat
Maqamat merupakan jamak dari kata maqam, yang secara etimologis berarti kedudukan, posisi, tingkatan (station), dan tempat berdiri. Sedangkan secara terminologis, maqamat ialah martabat seorang hamba di hadapan Allah pada saat ia menghadap kepada-Nya. Maqamat jiga berarti suatu tahapan-tahapan perjalanan yang harus ditempuh oleh seorang sufi dalam perjalanan spiritualnya untuk sampai pada Allah.
Sedangkan menurut syeikh al-Qusyairy, maqam adalah tahapan adab (etika) seorang hamba dalam wushul kepada-Nya dengan macam upaya, di-wujud-kan dengan suatu tujuan pencarian dan ukuran tugas. Masing-masing berada dalam tahapannya sendiri ketika dalam kondisi tersebut, serta tingkah laku riyadhoh menuju kepada-Nya.
Dengan ungkapan ini jelas bahwa seorang hamba tidak akan naik dari satu maqam ke maqam berikutnya sebelum terpenuhi hukum-hukum maqam yang sebelumnya. Sebagai contoh, seorang hamba yang belum sepenuhnya taubat belum bisa mencapai tahap tawakal.
Maqamat merupakan tahap-tahap perjalanan spiritual yang dengan gigih diusahakan oleh para sufi untuk memperolehnya. Perjuangan ini pada hakikatnya merupakan perjuangan spiritual yang panjang dan melelahkan untuk melawan hawa nafsu, yang dipandang berhala terbesar, dan karena itu kendala menuju Tuhan. Kerasnya perjuangan ini dapat dilihat dari kenyataan bahwa seorang sufi kadang memerlukan waktu puluhan tahun hanya untuk bergeser dari satu maqam ke maqam yang lain.
2. Macam-macam Maqamat
Jumlah maqamat dan urutannya antara para tokoh sufi terkadang berbeda-beda. Ada yang menyebutnya jumlah maqamat itu 10, 7, bahkan 6. Karena bagaimanapun juga, perjalanan spiritual seseorang bersifat subyektif. Namun subyektifitas itu tidak lantas menunjukkan ketidaknyataan pengalaman mereka.
Namun ada maqamat yang disepakati oleh rata-rata para sufi, yaitu 7 maqamat. Hal ini berdasarkan pendapat Abu Nasr al Sarraj al Tusi dalam kitab al-luma’fi’t Tashawwuf, bahwa maqamat adalah:
a. Taubat
Al-Taubah berasal dari bahasa Arab, yaitu taba, yatubu, taubatan yang artinya kembali. Sedangkan taunah yang dimaksud oleh kalangan sufi adalah memohon ampun atas segala dosa dan kesalahan, disertai janji yang sungguh-sungguh untuk tidak mengulangi perbuatan tersebut disertai melakukan amal kebajikan.
Adapun taubat bisa dibedakan menjadi taubatnya seorang awam dengan orang khawas. Dzu al-Nun al-Mishri mengatakan:
توبة العوام من الذنوب وتوبة الخواص من اغفلة
Artinya: taubat orang-orang awam taubat dari dosa-dosa, taubatnya orang khawas taubat dari ghaflah (lalai mengingat Allah).
b. Wara’
Secara harfiah al wara’ artinya saleh, menjauhkan diri dari perbuatan dosa. Dalam pengertian sufi, al wara’ adalah meninggalkan segala yang didalamnya terdapat syubhat (segala hal yang belum jelas halan dan haramnya).
Yahya Ibnu Mu’adz mengatakan tentang tingkatan wara’:
الوروع على وجهين ورع في الظاهر وهو ان لايتحرك إلا الله تعالى ووروع في الباطن وهوان لايدخل قلبك سواه تعالى
Artinya: wara’ itu ada dua tingkat, wara’ segi lahir yaitu tidak bergerak kecuali untuk ibadah pada Allah dan wara’ batin yaitu tidak masuk ke dalam hati kecuali Allah.
c. Zuhud
Al Zuhud berarti tidak ada kecintaan hati terhadap sesuatu yang bersifat keduniawian. Zuhud didefinisikan sebagai tidak adanya perbedaan antara kemiskinan dan kekayaan, kemuliaan dan kahinaan, pujian atau celaan.
Tanda zuhud menuru al-Ghazali ada tiga:
1) Tidak bergembira dengan yang ada, tidak sedih dengan yang hilang
2) Sama saja baginya orang yang mencela dan orang yang memuji
3) Hendaknya ia bersama Allah dan hatinya lebih didominasi oleh lezatnya ketaatan dan kecintaan pada Allah.
d. Fakir
Al Faqr secara bahasa artinya orang yang berhajat, butuh, atau orang miskin. Dalam pandangan sufi, fakir adalah tidak meminta lebih dari apa yang telah ada pada diri kita. Imam al-Ghazali dengan jelas menuliskan di dalam kitab Ihya ‘Ulumuddin tentang tercelanya kaya dan terpujinya fakir. Beliau mengatakan telah jelaslah bahwa kefakiran adalah lebih utama. Barangsiapa berpendapat bahwa kaya adalah lebih utama, maka ia telah menghina Muhammad SAW. f
e. Sabar
Al Shabr secara bahasa berarti tabah hati. Menurut para sufi, sabar adalah sabar dalam menjalankan perintah-perintah Allah dan manjauhi segala larangannya, menerima segala persoalan-persoalan yang ditimpakan pada diri kita, dan sabar dalam menjalani cobaan.
f. Tawakkal
Tawakkal secara bahasa berarti menyerahkan diri. Tawakkal artinya menyerahkan urusan kepada seseorang, yang kemudian disebut wakil, dan memercayakan kepadanya dalam urusan tersebut. Dan wakil yang paling bisa dipercaya adalah Allah SWT. Keadaan tawakkal mempunyai tiga tingkatan yaitu:
1) Kepasrahan dalam keadaan yang menyangkut hak Allah dan keyakinannya kepada jaminan dan perhatian-Nya
2) Yang lebih kuat, yaitu keadaannya bersama Allah seperti keadaan anak kecuali bersama ibunya, di mana ia tidak mengenal yang lain, dan tidak bersandar kecuali kepadanya
3) Keadaan tawakkal paling tinggi, yaitu kepasrahan kepada Allah dama gerak dan diamnya, seperti mayat yang berada di tangan orang yang memandikannya. Ia punya keyakinan yang kuat bahwa Allah adalah penggerak semua gerak, yang membuat ia bergerak dan membuat diam.
g. Ridha
Ridha artinya rela, suka, senang. Ridha artinya tidak berusaha menentang qadha’ dan qadar Allah. Orang yang ridha akan menerima qadha’ dan qadar Allah dengan hati senang.
Menurut al-Ghazali, ridha terkait dengan cinta. Karena bila cinta kepada Allah telah tertanam dalam hati, maka cinta tersebut akan menimbulkan rasa ridha terhadap semua pemberian Tuhan, baik karunia maupun cobaan, karena dua hal: 1) cinta bisa menghilangkan rasa sakit yang menimpa seseorang; 2) ia mungkin merasa sakit atas apa yang menimpanya tetapi ia merasa ridha atasnya.
C. Kecimpulan
Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Maqamat adalah jama’ dari maqam yang secara bahasa berarti tingkatan
2. Sedangkan secara istilah para sufi berarti tahap-tahap perjalanan yang harus ditempuh oleh seorang sufi dalam perjalanan spiritualnya untuk samapi pada Allah
3. Maqamat ada tujuh, yaitu:
a. Taubat
b. Wara’
c. Zuhud
d. Fakir
e. Sabar
f. Tawakal, dan
g. Ridha
DAFTAR PUSTAKA
Abul Qasyim al-Qusyairy an-Naisabury. Risalatul Qusyairiyah, Induk Ilmu Tasawuf. Risalah Gusti. Surabaya. 1999. cet. III
Al-Ghazali. Mutiara Ihya ‘Ulumuddin: Ringkasan yang Ditulis Sendiri Oleh Sang Hujjatul Islam. Cet. X
Moh. Toriquddin. Sekularitas Tasawuf, Membumikan Tasawuf dalam Dunia Modern. UIN-Malang Press. Malang. 2008. cet. I
Mulyadhi Kartanegara. Menyelami Lubuk Tasawuf. Erlangga. Bandung. 2006
Simuh. Tasawuf dan Perkembangannya Dalam Islam. PT. RajaGrafindo Persada. Jakarta. 1996. Cet I
A. Pendahuluan
Dalam kehidupan dunia serba hedonis dan materialis-kapitalis ini, manusia memang berhasil mencapai peradaban yang besar dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Namun di balik itu ada kegersangan jiwa dan batin yang diderita oleh manusia di zaman modern. Hal itu juga dirasakan oleh kita umat muslim. Tasawuf dan dunia sufi bukan sesuatu yang tak lagi relevan bagi kita dan manusia umumnya dalam kehidupan modern ini, tapi justru posisinya sangat strategis karena mampu mengobati hati yang kering, jiwa yang gersang, menuju ketentraman hati dengan cinta pada Tuhan. Menyadari apa hakikatnya dunia ini sehingga tak perlu lagi pantas dicintai.
Dalam dunia tasawuf, banyak sekali bermunculan aliran-aliran tasawuf. Setiap aliran dengan para tokohnya selalu menempuh usaha-usaha dalam mencapai derajat kesufian tertinggi. Usaha-usaha itulah yang disebut maqamat.
Mengenai pembahasan tentang maqamat dan jenis-jenisnya akan dijelaskan pada sub berikutnya.
B. Pembahasan
1. Pengertian Maqamat
Maqamat merupakan jamak dari kata maqam, yang secara etimologis berarti kedudukan, posisi, tingkatan (station), dan tempat berdiri. Sedangkan secara terminologis, maqamat ialah martabat seorang hamba di hadapan Allah pada saat ia menghadap kepada-Nya. Maqamat jiga berarti suatu tahapan-tahapan perjalanan yang harus ditempuh oleh seorang sufi dalam perjalanan spiritualnya untuk sampai pada Allah.
Sedangkan menurut syeikh al-Qusyairy, maqam adalah tahapan adab (etika) seorang hamba dalam wushul kepada-Nya dengan macam upaya, di-wujud-kan dengan suatu tujuan pencarian dan ukuran tugas. Masing-masing berada dalam tahapannya sendiri ketika dalam kondisi tersebut, serta tingkah laku riyadhoh menuju kepada-Nya.
Dengan ungkapan ini jelas bahwa seorang hamba tidak akan naik dari satu maqam ke maqam berikutnya sebelum terpenuhi hukum-hukum maqam yang sebelumnya. Sebagai contoh, seorang hamba yang belum sepenuhnya taubat belum bisa mencapai tahap tawakal.
Maqamat merupakan tahap-tahap perjalanan spiritual yang dengan gigih diusahakan oleh para sufi untuk memperolehnya. Perjuangan ini pada hakikatnya merupakan perjuangan spiritual yang panjang dan melelahkan untuk melawan hawa nafsu, yang dipandang berhala terbesar, dan karena itu kendala menuju Tuhan. Kerasnya perjuangan ini dapat dilihat dari kenyataan bahwa seorang sufi kadang memerlukan waktu puluhan tahun hanya untuk bergeser dari satu maqam ke maqam yang lain.
2. Macam-macam Maqamat
Jumlah maqamat dan urutannya antara para tokoh sufi terkadang berbeda-beda. Ada yang menyebutnya jumlah maqamat itu 10, 7, bahkan 6. Karena bagaimanapun juga, perjalanan spiritual seseorang bersifat subyektif. Namun subyektifitas itu tidak lantas menunjukkan ketidaknyataan pengalaman mereka.
Namun ada maqamat yang disepakati oleh rata-rata para sufi, yaitu 7 maqamat. Hal ini berdasarkan pendapat Abu Nasr al Sarraj al Tusi dalam kitab al-luma’fi’t Tashawwuf, bahwa maqamat adalah:
a. Taubat
Al-Taubah berasal dari bahasa Arab, yaitu taba, yatubu, taubatan yang artinya kembali. Sedangkan taunah yang dimaksud oleh kalangan sufi adalah memohon ampun atas segala dosa dan kesalahan, disertai janji yang sungguh-sungguh untuk tidak mengulangi perbuatan tersebut disertai melakukan amal kebajikan.
Adapun taubat bisa dibedakan menjadi taubatnya seorang awam dengan orang khawas. Dzu al-Nun al-Mishri mengatakan:
توبة العوام من الذنوب وتوبة الخواص من اغفلة
Artinya: taubat orang-orang awam taubat dari dosa-dosa, taubatnya orang khawas taubat dari ghaflah (lalai mengingat Allah).
b. Wara’
Secara harfiah al wara’ artinya saleh, menjauhkan diri dari perbuatan dosa. Dalam pengertian sufi, al wara’ adalah meninggalkan segala yang didalamnya terdapat syubhat (segala hal yang belum jelas halan dan haramnya).
Yahya Ibnu Mu’adz mengatakan tentang tingkatan wara’:
الوروع على وجهين ورع في الظاهر وهو ان لايتحرك إلا الله تعالى ووروع في الباطن وهوان لايدخل قلبك سواه تعالى
Artinya: wara’ itu ada dua tingkat, wara’ segi lahir yaitu tidak bergerak kecuali untuk ibadah pada Allah dan wara’ batin yaitu tidak masuk ke dalam hati kecuali Allah.
c. Zuhud
Al Zuhud berarti tidak ada kecintaan hati terhadap sesuatu yang bersifat keduniawian. Zuhud didefinisikan sebagai tidak adanya perbedaan antara kemiskinan dan kekayaan, kemuliaan dan kahinaan, pujian atau celaan.
Tanda zuhud menuru al-Ghazali ada tiga:
1) Tidak bergembira dengan yang ada, tidak sedih dengan yang hilang
2) Sama saja baginya orang yang mencela dan orang yang memuji
3) Hendaknya ia bersama Allah dan hatinya lebih didominasi oleh lezatnya ketaatan dan kecintaan pada Allah.
d. Fakir
Al Faqr secara bahasa artinya orang yang berhajat, butuh, atau orang miskin. Dalam pandangan sufi, fakir adalah tidak meminta lebih dari apa yang telah ada pada diri kita. Imam al-Ghazali dengan jelas menuliskan di dalam kitab Ihya ‘Ulumuddin tentang tercelanya kaya dan terpujinya fakir. Beliau mengatakan telah jelaslah bahwa kefakiran adalah lebih utama. Barangsiapa berpendapat bahwa kaya adalah lebih utama, maka ia telah menghina Muhammad SAW. f
e. Sabar
Al Shabr secara bahasa berarti tabah hati. Menurut para sufi, sabar adalah sabar dalam menjalankan perintah-perintah Allah dan manjauhi segala larangannya, menerima segala persoalan-persoalan yang ditimpakan pada diri kita, dan sabar dalam menjalani cobaan.
f. Tawakkal
Tawakkal secara bahasa berarti menyerahkan diri. Tawakkal artinya menyerahkan urusan kepada seseorang, yang kemudian disebut wakil, dan memercayakan kepadanya dalam urusan tersebut. Dan wakil yang paling bisa dipercaya adalah Allah SWT. Keadaan tawakkal mempunyai tiga tingkatan yaitu:
1) Kepasrahan dalam keadaan yang menyangkut hak Allah dan keyakinannya kepada jaminan dan perhatian-Nya
2) Yang lebih kuat, yaitu keadaannya bersama Allah seperti keadaan anak kecuali bersama ibunya, di mana ia tidak mengenal yang lain, dan tidak bersandar kecuali kepadanya
3) Keadaan tawakkal paling tinggi, yaitu kepasrahan kepada Allah dama gerak dan diamnya, seperti mayat yang berada di tangan orang yang memandikannya. Ia punya keyakinan yang kuat bahwa Allah adalah penggerak semua gerak, yang membuat ia bergerak dan membuat diam.
g. Ridha
Ridha artinya rela, suka, senang. Ridha artinya tidak berusaha menentang qadha’ dan qadar Allah. Orang yang ridha akan menerima qadha’ dan qadar Allah dengan hati senang.
Menurut al-Ghazali, ridha terkait dengan cinta. Karena bila cinta kepada Allah telah tertanam dalam hati, maka cinta tersebut akan menimbulkan rasa ridha terhadap semua pemberian Tuhan, baik karunia maupun cobaan, karena dua hal: 1) cinta bisa menghilangkan rasa sakit yang menimpa seseorang; 2) ia mungkin merasa sakit atas apa yang menimpanya tetapi ia merasa ridha atasnya.
C. Kecimpulan
Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Maqamat adalah jama’ dari maqam yang secara bahasa berarti tingkatan
2. Sedangkan secara istilah para sufi berarti tahap-tahap perjalanan yang harus ditempuh oleh seorang sufi dalam perjalanan spiritualnya untuk samapi pada Allah
3. Maqamat ada tujuh, yaitu:
a. Taubat
b. Wara’
c. Zuhud
d. Fakir
e. Sabar
f. Tawakal, dan
g. Ridha
DAFTAR PUSTAKA
Abul Qasyim al-Qusyairy an-Naisabury. Risalatul Qusyairiyah, Induk Ilmu Tasawuf. Risalah Gusti. Surabaya. 1999. cet. III
Al-Ghazali. Mutiara Ihya ‘Ulumuddin: Ringkasan yang Ditulis Sendiri Oleh Sang Hujjatul Islam. Cet. X
Moh. Toriquddin. Sekularitas Tasawuf, Membumikan Tasawuf dalam Dunia Modern. UIN-Malang Press. Malang. 2008. cet. I
Mulyadhi Kartanegara. Menyelami Lubuk Tasawuf. Erlangga. Bandung. 2006
Simuh. Tasawuf dan Perkembangannya Dalam Islam. PT. RajaGrafindo Persada. Jakarta. 1996. Cet I
No comments:
Post a Comment