Sunday, March 18, 2012

RUKUN IMAN DAN IMPLEMENTASINYA

A. Pendahuluan
Islam adalah “dien” Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW dan ia adalah dien yang berintikan keimanan serta perbuatan. Keimanan merupakan aqidah dan pokok yang diatasnya berdiri syari’at islam, sedangkan perbuatan merupakan syari’at dan cabang-cabangnya. Keimanan dan perbuatan adalah saling berhubungan dan tidah bisa dipisah-pisah.

Sejarah telah berkata bahwa suatu kemerdekaan dapat diraih karena didalamnya para pejuang yang di dalam hatinya dipenuhi dengan keimanan dan ia dalam jiwanya diisi penuh dengan keyakinan. Misal para pejuang Bangsa Indonesia yaitu Imam Bonjol, Pangeran Diponegoro, Cut Nyak Dien, dan lainnya. Mereka adala pejuang yang tercatat dalam sejarah bahwa dalam keidupan mereka adalah manusia yang taat beribadah dan penuh keimanan.


B. Permasalahan
Dari uraian pendahuluan di atas, dapat kita tarik beberapa permasalahan yang akan dibahas dalam makalah berikut:
1. Apakah iman itu?
2. Bagaimana hakikat iman itu?

C. Pembahasan
1. Pengertian Iman
Secara garis besar, agama Islam terdiri dari dua bagian, yaitu bagian teori, yang lazim disebut dengan rukun iman, dan bagian praktek, yang mencakup segala hal yang harus dilakukan oleh orang yang beriman yang kemudian dijadikan pedoman dalam menjalani kehidupan.

Bagian pertama juga disebut dengan ushul, dan bagian kedua disebut furu’. Kata ushul adalah jama’ kata ashl, artinya pokok. Adapun kata furu’ adalah jama’nya kata far yang berarti cabang. Bagian pertama juga disebut aqa’id artinya kepercayaan dan yang kedua disebut dengan ahkam yang berari hokum.

Imam Bukhori rhm berhata: Saya telah menemui labih dari seribu orang ulama’ di berbagai penjuru negeri dan daya tidak melihat ada salah seorang diantara mereka yang tak sepaham bahwa iman adalah perkataan dan perbuatan, bertambah dan berkurang.

Menurut Syaikh Ibnu Taimiyah bahwa iman adalah ikrar, bukan sekedar tashdiq. Sedangkan ikrar mencakup pula perkataan hati (tashdiq) dan amalan hati (ketundukan). Membenarkan atas rasul terhadap apa yang ia kabarkan dan tunduk kepadanya atas apa yang ia perintahkan. Sebagaimana ikrar terhadap Allah SWT adalah mengakuiNya dan beribadah kepadaNya.

Sedangkan Al Qostholani dalam mendefinisikan iman adalah bahwa iman merupakan bahasa pembenaran. Ia seperti apa yang dikatakan At Tifazani adalah ketundukan terhadap hokum yang mengkhabarkan dan menerimanya.
Dalam Al-Qur’an surat Al Baqarah ayat 285, Allah SWT berfirman:
                              

Artinya: Rasul telah beriman kepada Al Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (mereka mengatakan): "Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya", dan mereka mengatakan: "Kami dengar dan Kami taat." (mereka berdoa): "Ampunilah Kami Ya Tuhan Kami dan kepada Engkaulah tempat kembali."

Dari pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa iman adalah sebuah kayakinan dalam hati dan pembenaran dengan perbuatan.

Dalam Islam, rukun iman dibagi menjadi enam yaitu iman kepada Allah, iman kepada malaikatNya, iman kepada kitabNya, iman kepada RasulNya, iman kepada hari kiamat, dan iman kepada takdir. Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 117:
                  •                 •           •         

Artinya: “Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. mereka Itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka Itulah orang-orang yang bertakwa.”

2. Hakikat Iman
a. Iman Kepada Allah
Hakikat iman kepada Allah adalah pembenaran atas adanya Allah yang Maha Pencipta, mengetahui yang ghaib, Rabb segala sesuatu, bahwa tiada Ilah yang patut disembah kecuali Dia dan dengan asma’ dan sifatNya. Sedangkan menurut Sayid Sabiq Iman kepada Allah SWT adalah ma’rifat dengan nama-namaNya yang mulia dan sifat-sifatNya yang tinggi. Juga ma’rifat dengan bukti-bukti wujud serta kenyataan sifat keagungan dalam alam semesta ini.
Realisasi iman kepada Allah menurut Abdul Majid adalah:
1) Ikhlas dalam melaksanakan ibadah, baik ibadah I’tiqodiyah, qouliyah maupun ibadah praktis. Adapun yang meliputi ibadah I’tiqodiyah adalah yakin bahwa Laa Ilaha Illallah, cinta kepada Allah, takut kepada Allah SWT dengan mengharap rahmatNya.
Ibadah qouliyah meliputi mengucap kalimat syahadat, istighfar, do’a, dll. Sedangkan ibadah praktis meliputi rukun islam dan amalan-amalan lain yang disukai Allah SWT.
2) Iman secara konsekuen yaitu tidak hanya di lisan saja seseorang mengaku iman akan tetapi dia harus konsekuen dengan aturan iman itu sendiri misal membenarkan semua yang datang dari Allah SWT, menunsiksn kewajiban, amar ma’ruf nahi munkar, dll.

b. Iman Kepada Malaikat
Hakikat iman kepada malaikat Allah adalah pembenaran bahwa malaikat itu ada, dan diciptakan dari cahaya, bahwa mereka mempunyai tugas masing-masing terhadap hamba Allah. Sedangkan dalam kitab aqidah islam iman kepada malaikat hakikatnya adalah ma’rifat dengan alam yang ada di balik alam semesta ini, termasuk kekuatan kebaikan yaitu malaikat, juga kekuatan jahat dari iblis dan sekalian tentaranya dari golongan syaithan.

c. Iman kepada Kitab-kitab Allah
Hakikat iman kepada kitab Allah adalah meyakini bahwa itu adalah wahyu yang diberikan kepada rasulnya, dan dia adalah petunjuk untuk mengetahui antara yang baik dan yang buruk, serta yakin bahwa Allah benar-benar memfirmankan. Dan Syaikh Abu Bakar Jabir menambahkan bahwa segala hukum dan syari’at yang ada di dalamnya adalah hukum untuk umatnya.

d. Iman kepada Rasul-rasul Allah
Hakikat iman kepada rasulnya adalah ma’rifat kepada nabi dan rasulnya yang ditutup oleh nabi Muhammad SAW, meyakini bahwa mereka adalah utusanNya dan menjadi pembimbing kea rah kebaikan. Bahwa mereka adalah manusia biasa yang mendapat keistimewaan dari Allah yaitu berupa wahyu dan mu’jizat. Dan bukan hanya meyakini akan tetapi kita juga harus membenarkan dengan kita menjalankan segala apa yang disunahkan kepada kita. Menjadikan mereka sebagai suri tauladan dalam menjalani kehidupan di dunia.

Dan seseorang tidak boleh hanya mengimani beberapa rasul saja dan jika hal itu terjadi maka seseorang itu menurut Abdul Majid maka dia adalah kafir sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat An Nisa’ ayat 150-152 yang artinya:
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan bermaksud memperbedakan antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan: "Kami beriman kepada yang sebahagian dan Kami kafir terhadap sebahagian (yang lain)", serta bermaksud (dengan Perkataan itu) mengambil jalan (tengah) di antara yang demikian (iman atau kafir). Merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir itu siksaan yang menghinakan. Orang-orang yang beriman kepada Allah dan Para Rasul-Nya dan tidak membeda-bedakan seorangpun di antara mereka, kelak Allah akan memberikan kepada mereka pahalanya. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

e. Iman kepada Hari Kiamat
Iman kepada hari kiamat hakikatnya yaitu ma’rifat dengan adanya hari akhir beserta di dalamnya tanda-tandanya yang tadinya belum telihat atau belum terjadi, serta kejadian setelah kematian yaitu adanya hari kebangkitan, adanya siksa kubur dan kehidupansetelah adanya surge dan neraka. Sehingga kita menjadi sadar bahwa dunia adalah bukan menjadi tujuan hidup manusia.

f. Iman kepada Takdir (qadla dan qadar)
Iman kepada takdir Allah hakikatnya adalah ma’rifat dengan keputusan yang ada baik dalam penciptaan maupun cara mengaturnya dan yakin bahwa segala sesuatu yang belum dan sudah terjadi adalah keputusannya tidak ada yang dapat mengetahui kecuali ilmu orang sejajar dengan ilmu Allah. Karena memang seseorang tidak akan pernah mengetahui kecuali sesuatu hal dengan tepat kecuali jika orang tersebut mengetahui ilmunya. Misal seorang yang bodoh tentang ilmu kedokteran dia akan menentang seorang dokter yang membedah perut pasiennya. Akan tetapi kjika ia tahu bahwa dokter adalah ahlinya maka dia akan menentang mengakui ketidakmengertiannya.

Hal ini sama dengan sikap seorang mukmin yang mengakui kemahasempurnaan Allah. Maka jika suatu peristiwa menimpa dirinya dia yakin bahwa akan ada hikmahnya. Namun jika dia belum mendapat makna dari balik peristiwa maka dia akan mengakui ketidakmengertiannya akan ilmu Allah dan tidak akan menentangnya.

Dari pengertian iman dan hakikatnya di atas kita dapat mengimplementasikan rukun iman yang enam itu selain dengan kayakinan dalam hati kita yaitu dengan menjalankan segala perintah yang diberikan Allah dan menjauhi semua larangannya dengan berpedoman al Qur’an yang dijelaskan dalam sunnah. Pasrah dengan keputusanNya dan ridlo dengan takdirnya.

Daftar Pustaka
• Abu Bakar Jabir Al Jazari, Minhajul Muslim, 1999
• Al Qur’an Al Karim
• Ali Muhamad, Islamologi (Dinul Islam), Darul Kutubil Islamiyah, Jakarta, 2007
• Sabiq Sayid, Aqidah Islam Pola Hidup Manusia Beriman, CV. Diponegoro, Bandung, 1982
• Shollah As Showi, Yang Baku dan Yang Nisbi, Al Alaq Pustaka, Solo, 1996
• Abdul Majid Al Zandany, Al Iman… Pustaka Al Kaustar, 1994

Silahkan tinggalkan komentar Anda demi kesempurnaan Blog ini

No comments:

Post a Comment

Sahabat Ku