Rasulullah SAW bersabda: "apabila kalian bangkit hendak menunaikan shalat, maka sempurnakanlah wudlu kemudian menghadaplah ke arah kiblat dan bertakbirlah". (HR. Bukhari Muslim)
Dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Barangsiapa yang berwudlu lalu ia menyempurnakan wudlunya, kemudian ia mendatangi shalat Jum'at lalu ia mendengarkan (khutbah) dan tidak berbicara, maka akan diampuni (dosa-dosa yang dilakukannya) antara hari itu sampai hari jum'at depannya ditambah tiga hari". (HR. Muslim)
Makna yang dapat kita pahami dari kedua hadist di atas, bahwa Rasulullah SAW menganjurkan kepada kita umatnya agar ketika tiba hari jum'at hendaklah kita bersegera menunaikan shalat jum'at dan senantiasa memperhatikan dengan penuh kesungguhan tentang kesempurnaan wudlu, karena sah, batal dan khusyuknya shalat sangat erat kaitannya dengan wudlu.
Hari jum'at adalah merupakan hari besar bagi kita umat Islam. Dalam banyak riwayat, dianjurkan untuk menyuburkan amal shaleh bahkan sejak malam jum'at, karena hitungan hari dalam bulan qamariah (hijriyah) dimulai sejak terbenamnya matahari (maghrib). Puncaknya hari jum'at adalah waktu shalat dzuhur, shalatnya dikembalikan kepada asalnya shalat dua rakaat, dan dua rakaatnya dijadikan dua khutbah yang dilakukan sebelum shalat dua rakaat. Dua khutbah yang mengawali shalat wajib diikuti dan didengarkan dengan khusyuk dan sungguh-sungguh oleh para jamaah. Rasulullah SAW berpesan dalam hadist bahwa hendaknya tidak berkata-kata ketika khutbah jum'at sedang berlangsung. Dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda: "jika kalian berkata kepada sahabatmu pada hari jum'at, diamlah ketika Khatib sedang berkhutbah. Maka sungguh kalian telah berkata sia-sia (mengurangi kesempurnaan jum'at)". (HR. Bukhari Muslim)
Di saat kondisi siang hari yang melelahkan, di tengah melaksanakan aktifitas ditambah lagi secara psikologis kita mau mengistirahatkan diri sambil memejamkan mata, yang terjadi kemudian adalah tertidur saat khutbah jum'at sedang berlangsung. Maka tidak heran kita jumpai situasi beragam bermunculan, ada yang posisinya masih duduk tegak dengan tidur ringan, sampai ada yang dengan posisi agak tertunduk ke depan, bahkan ada yang sampai mengeluarkan dengkuran ringan.
Mengenai tidur saat khutbah jum'at apakah tidur membatalkan wudlu ataukah tidak, dalam masalah ini para Ukama ada yang beda pendapat dikarenakan perbedaan dalam menilai hadist. Sebagian hadist menunjukkan bahwa tidur membatalkan wudlu, sebagian lagi menunjukkan bahwa tidur tidak membatalkan wudlu. Sehingga dari sini paqa ulama menempuh dua jalan. Ada yang melakukan jama (menggabungkan dalil) dan ada yang melakukan tarjih (memilih manakah dalil yang lebih kuat).
Menurut mazhab Syafi'i dan Hanafi, tidur yang membatalkan wudlu adalah tidur yang posisinya memungkinkan keluarnya angin (buang angin) tanpa disadarinya yaitu tidur dalam posisi berbaring atau bersandar di tembok atau tiang, sehingga membatalkan wudlu yang otomatis juga membatalkan shalat. Akan tetapi bila tidur dalam posisi duduknya biasa dan tidak berubah posisi duduk yang memungkinkan buang angin, maka wudlunya tidak batal. Bila tidurnya tidak membatalkan wudlu kemudian bangun ikut melaksanakan shalat jum'at, maka shalat jum'atnya sah. Sebagaimana diriwayatkan oleh At Tirmidzi dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah SAW bersabda: "wudlu tidak wajib kecuali bagi yang tidurnya terlentang".
Imam Malik meriwayatkan bahwa Sahabat Rasulullah SAW yaitu Ibnu Umar ra tidur sambil duduk, tentu dengan duduk biasa. Kemudian ia bangun dan terus melaksanakan shalat tanpa wudlu lagi. Menurut Anas bin Malik, sahabat-sahabat Rasulullah SAW pun terkadang tidur sambil duduk sampai sekali-kali kepala mereka pun terkantuk-kantuk untuk menanti datangnya shalat isya'. Kemudian mereka melaksanakan shalat tanpa wudlu lagi.
"Adalah para Sahabat Rasulullah SAW menunggu shalat isya' sampai kepala mereka terkantuk-kantuk kemudian mereka shalat dan tidak berwudlu lagi". (HR. Abu Dawud)
Sementara itu, mazhab Maliki dan Hambali tidak membedakan posisi duduk tidurnya tetapi dari nyenyaknya tidur. Siapa yang tidurnya ringan tidak batal wudlunya dan shalat yang dilaksanakannya Insya Allah sah. Ini berdasarkan hadist yang diriwayatkan dari Anas bin Malik ra sebagaimana hadist di atas yang menunjukkan bahwa tidur yang ringan, tanpa mempertimbangkan cara duduk tidak membatalkan wudlu.
Perlu diketahui bahwa bagi yang shalat jum'atnya sah belum tentu mendapat keutamaan jum'at. Kemungkinan ia hanya gugur kewajiban shalat jum'atnya. Karena dua rakaatnya adalah khutbah jum'at yang dilakukan sebelum shalat dua rakaat. Karena wajib bagi seorang muslim khususnya laki-laki untuk mendapatkan dan mendengarkan nasehat-nasehat tentang ketaqwaan di saat khatib sedang berkhutbah. Inilah yang disebut laa jum'ata lahu (tidak sempurna jum'atnya) karena ia hanya mendapatkan setengahnya yaitu shalat dan setengahnya lagi disia-siakan, yaitu dua khutbah dari khatib tidak didengarnya sehingga tidak tahu pesan ketaqwaan. Ada fadilah lain yang dihidangkan saat hari jum'at, yaitu kesempatan bertemu dan silaturrahim dengan saudara-saudara kita sesama muslim.
Dari uraian di atas bahwa sebagian besar para ulama berpendapat mengenai tidur yang membatalkan wudlu adalah tidur lelap yang tidak lagi dalam keadaan sadar. Dalam artian bahwa ia tidak lagi mendengar suara atau tidak merasakan lagi sesuatu jatuh dari tangannya. Tidur seperti inilah yang membatalkan wudlu, baik tidurnya dalam keadaan berdiri, berbaring, ruku atau sujud. Karena tidur semacam inilah yang mazhannatu lil hadast, yaitu kemungkinan muncul hadast sehingga membatalkan wudlu.
Demikian semoga manfaat sebagai renungan buat kita semua. Yang benar haq semua datangnya dari Allah SWT, yang kurang dan khilaf mohon sangat dimaafkan. Semoga Allah SWT senantiasa menunjukkan kita pada sesuatu yang diridhai dan dicintai-Nya.. Amiin Allahuma Amin.
*(Referensi dari Berbagai Sumber)*
Sumber dari Fanspage:
*INDAHNYA MERANGKAI*
Silaturrahmi dan Ukhuwah
Dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Barangsiapa yang berwudlu lalu ia menyempurnakan wudlunya, kemudian ia mendatangi shalat Jum'at lalu ia mendengarkan (khutbah) dan tidak berbicara, maka akan diampuni (dosa-dosa yang dilakukannya) antara hari itu sampai hari jum'at depannya ditambah tiga hari". (HR. Muslim)
Makna yang dapat kita pahami dari kedua hadist di atas, bahwa Rasulullah SAW menganjurkan kepada kita umatnya agar ketika tiba hari jum'at hendaklah kita bersegera menunaikan shalat jum'at dan senantiasa memperhatikan dengan penuh kesungguhan tentang kesempurnaan wudlu, karena sah, batal dan khusyuknya shalat sangat erat kaitannya dengan wudlu.
Hari jum'at adalah merupakan hari besar bagi kita umat Islam. Dalam banyak riwayat, dianjurkan untuk menyuburkan amal shaleh bahkan sejak malam jum'at, karena hitungan hari dalam bulan qamariah (hijriyah) dimulai sejak terbenamnya matahari (maghrib). Puncaknya hari jum'at adalah waktu shalat dzuhur, shalatnya dikembalikan kepada asalnya shalat dua rakaat, dan dua rakaatnya dijadikan dua khutbah yang dilakukan sebelum shalat dua rakaat. Dua khutbah yang mengawali shalat wajib diikuti dan didengarkan dengan khusyuk dan sungguh-sungguh oleh para jamaah. Rasulullah SAW berpesan dalam hadist bahwa hendaknya tidak berkata-kata ketika khutbah jum'at sedang berlangsung. Dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda: "jika kalian berkata kepada sahabatmu pada hari jum'at, diamlah ketika Khatib sedang berkhutbah. Maka sungguh kalian telah berkata sia-sia (mengurangi kesempurnaan jum'at)". (HR. Bukhari Muslim)
Di saat kondisi siang hari yang melelahkan, di tengah melaksanakan aktifitas ditambah lagi secara psikologis kita mau mengistirahatkan diri sambil memejamkan mata, yang terjadi kemudian adalah tertidur saat khutbah jum'at sedang berlangsung. Maka tidak heran kita jumpai situasi beragam bermunculan, ada yang posisinya masih duduk tegak dengan tidur ringan, sampai ada yang dengan posisi agak tertunduk ke depan, bahkan ada yang sampai mengeluarkan dengkuran ringan.
Mengenai tidur saat khutbah jum'at apakah tidur membatalkan wudlu ataukah tidak, dalam masalah ini para Ukama ada yang beda pendapat dikarenakan perbedaan dalam menilai hadist. Sebagian hadist menunjukkan bahwa tidur membatalkan wudlu, sebagian lagi menunjukkan bahwa tidur tidak membatalkan wudlu. Sehingga dari sini paqa ulama menempuh dua jalan. Ada yang melakukan jama (menggabungkan dalil) dan ada yang melakukan tarjih (memilih manakah dalil yang lebih kuat).
Menurut mazhab Syafi'i dan Hanafi, tidur yang membatalkan wudlu adalah tidur yang posisinya memungkinkan keluarnya angin (buang angin) tanpa disadarinya yaitu tidur dalam posisi berbaring atau bersandar di tembok atau tiang, sehingga membatalkan wudlu yang otomatis juga membatalkan shalat. Akan tetapi bila tidur dalam posisi duduknya biasa dan tidak berubah posisi duduk yang memungkinkan buang angin, maka wudlunya tidak batal. Bila tidurnya tidak membatalkan wudlu kemudian bangun ikut melaksanakan shalat jum'at, maka shalat jum'atnya sah. Sebagaimana diriwayatkan oleh At Tirmidzi dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah SAW bersabda: "wudlu tidak wajib kecuali bagi yang tidurnya terlentang".
Imam Malik meriwayatkan bahwa Sahabat Rasulullah SAW yaitu Ibnu Umar ra tidur sambil duduk, tentu dengan duduk biasa. Kemudian ia bangun dan terus melaksanakan shalat tanpa wudlu lagi. Menurut Anas bin Malik, sahabat-sahabat Rasulullah SAW pun terkadang tidur sambil duduk sampai sekali-kali kepala mereka pun terkantuk-kantuk untuk menanti datangnya shalat isya'. Kemudian mereka melaksanakan shalat tanpa wudlu lagi.
"Adalah para Sahabat Rasulullah SAW menunggu shalat isya' sampai kepala mereka terkantuk-kantuk kemudian mereka shalat dan tidak berwudlu lagi". (HR. Abu Dawud)
Sementara itu, mazhab Maliki dan Hambali tidak membedakan posisi duduk tidurnya tetapi dari nyenyaknya tidur. Siapa yang tidurnya ringan tidak batal wudlunya dan shalat yang dilaksanakannya Insya Allah sah. Ini berdasarkan hadist yang diriwayatkan dari Anas bin Malik ra sebagaimana hadist di atas yang menunjukkan bahwa tidur yang ringan, tanpa mempertimbangkan cara duduk tidak membatalkan wudlu.
Perlu diketahui bahwa bagi yang shalat jum'atnya sah belum tentu mendapat keutamaan jum'at. Kemungkinan ia hanya gugur kewajiban shalat jum'atnya. Karena dua rakaatnya adalah khutbah jum'at yang dilakukan sebelum shalat dua rakaat. Karena wajib bagi seorang muslim khususnya laki-laki untuk mendapatkan dan mendengarkan nasehat-nasehat tentang ketaqwaan di saat khatib sedang berkhutbah. Inilah yang disebut laa jum'ata lahu (tidak sempurna jum'atnya) karena ia hanya mendapatkan setengahnya yaitu shalat dan setengahnya lagi disia-siakan, yaitu dua khutbah dari khatib tidak didengarnya sehingga tidak tahu pesan ketaqwaan. Ada fadilah lain yang dihidangkan saat hari jum'at, yaitu kesempatan bertemu dan silaturrahim dengan saudara-saudara kita sesama muslim.
Dari uraian di atas bahwa sebagian besar para ulama berpendapat mengenai tidur yang membatalkan wudlu adalah tidur lelap yang tidak lagi dalam keadaan sadar. Dalam artian bahwa ia tidak lagi mendengar suara atau tidak merasakan lagi sesuatu jatuh dari tangannya. Tidur seperti inilah yang membatalkan wudlu, baik tidurnya dalam keadaan berdiri, berbaring, ruku atau sujud. Karena tidur semacam inilah yang mazhannatu lil hadast, yaitu kemungkinan muncul hadast sehingga membatalkan wudlu.
Demikian semoga manfaat sebagai renungan buat kita semua. Yang benar haq semua datangnya dari Allah SWT, yang kurang dan khilaf mohon sangat dimaafkan. Semoga Allah SWT senantiasa menunjukkan kita pada sesuatu yang diridhai dan dicintai-Nya.. Amiin Allahuma Amin.
*(Referensi dari Berbagai Sumber)*
Sumber dari Fanspage:
*INDAHNYA MERANGKAI*
Silaturrahmi dan Ukhuwah
No comments:
Post a Comment