Tuesday, May 31, 2011

PERILAKU BERAGAMA

Pengertian
Secara defenisi perilaku dapat diartikan yaitu “kesediaan bereaksi terhadap suatu hal”. Pengertian lain diungkapkan bahwa :

Perilaku (attitude) adalah suatu kecenderungan untuk merspon suatu hal, benda atau orang dengan suka (senang), tidak suka (menolak) atau acuh tak acuh, perwujudannya bisa dipengaruhi oleh faktor pengetahuan, pembiasaan dan keyakinan. Artinya untuk membentuk perilaku yang positif atau menghilankan perilaku negatif dapat dilakukan pemberitahuan atau menginformasikan faedah atau kegunaannya, dengan membiasakannya atau dengan meyakinkannya. Dalam belajar perilaku berfungsi sebagai dynamic force yaitu sebagai kekuatan yang akan menggerakkan seseorang untuk belajar.

Selanjutnya menurut Sofyan S.Wills bahwa perilaku adalah :
Kesiapan pada seseorang untuk bertindak secara tertentu terhadap hal-hal tertentu. Perilaku ini dapat berpikir positif dan dapat pula bersifat negative. Dalam perilaku positif kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi, mengharapkan objek tertentu. Sedangkan dalam perilaku negative adalah terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci dan tidak menyukai objek tertentu.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku merupakan suatu perbuatan seseorang, tindakan seseorang serta reaksi seseorang terhadap sesuatu yang dilakukan, didengar, dan dilihat. Perilaku ini lahir berdasarkan perbuatan maupun perkataan.
Sedangkan pengertian beragama adalah asal kata dari agama yang artinya dapat diuraikan berdasarkan beberapa pengertian, antara lain:

Dalam Himpunan Putusan Majelis Tarjih Muhammadiyah disebutkan bahwa agama adalah :
“Agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw, ialah apa yang diturunkan Allah di dalam Qur’an dan yang tersebut dalam Sunnah yang shahih, berupa perintah-perintah dan larangan-larangan serta petunjuk untuk kebaikan manusia di dunia dan di akhirat”

Menurut AR.Fachruddin bahwa agama adalah :
Peraturan hidup lahir dan batin yang berasal dari wahyu Allah dimana orang mempunyai rasa, anggapan atau kepercayaan bahwa tiap-tiap tindakannya akan mendapatkan pembalasan sesudah mati. Baik tindakan yang baik maupun tindakan yang buruk. Agama juga merupakan petunjuk Allah bukan sembarang peraturan yang sekedar dibuat-buat/dikarang-karang.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perilaku merupakan suatu bentuk perbuatan, tingkah laku dan perbuatan seseorang, sedangkan agama adalah peraturan hidup lahir dan batin berdasarkan keyakinan dan kepercayaan yang bersumber kepada kitab suci dalam hal ini adalah Al-Qur’an dan sunnah.

Secara defenisi dapat diartikan bahwa perilaku beragama adalah “bentuk atau ekspresi jiwa dalam berbuat, berbicara sesuai dengan ajaran agama”
Defenisi di atas menunjukkan bahwa perilaku beragama pada dasarnya adalah suatu perbuatan seseorang baik dalam tingkah laku maupun dalam berbicara yang didasarkan dalam petunjuk ajaran agama Islam.
Secara psikolog terdapat empat perilaku seseorang di dalam beragama antara lain sebagai berikut:
1. Kepercayaan ikut-ikutan
2. Kepercayaan dengan kesadaran
3. Percaya, tetapi agak ragu-ragu
4. Tidak percaya atau cenderung pada atheis.

Ad.1. Kepercayaan ikut-ikutan
Kebanyakan siswa/pelajaran yang masih dalam usia sekolah dengan rata-rata usia taraf remaja percaya kepada Tuhan dan menjalankan ajaran agama karena tidak terdidik dalam lingkungan beragama, karena ibu bapaknya beragama, teman-teman dan masyarakat sekelilingnya yang beribadah, maka mereka ikut percaya dan melaksanakan ibadah dan ajaran agama sekedar mengikuti suasana lingkungan dimana hidup. Mereka solah-olah apatis, tidak ada perhatian untuk meningkatkan agama dan tidak mau aktif dalam kegiatan keagamaan.
Percaya ikut-ikutan ini biasanya dihasilkan oleh didikan agama secara sederhana yang didapat dari keluarga dan lingkungannya. Namun demikian ini biasanya terjadi pada masa remaja awal (usia 13-16) tahun. Setelahitu biasanya berkembang kepada cara yang lebih kritis dan sadar sesuai dengan perkembangan psikisnya.Dengan demikian dapat diambil pengertian bahwa ekspresi perilaku beragama pada remaja yang percaya ikut-ikutan bersifat apatis. Hal ini dapat dipahami mengingat pengalaman beragama belum dimilikinya.
Percaya ikut-ikutan pada anak usia sekolah yang masih kategori remaja dapat diatasi dengan memberi kesibukan atau memberikan tempat yang layak bagi mereka untuk ikut serta dalam kegiatan-kegiatan keagamaan merupakan cara memberikan perhatian keagamaan, merupakan cara memberikan yang efektif, karena dengan kegiatan-kegiatan tersebut akan berdaya guna dan berhasil guna terutama dalam memupuk rasa keagamaan dan kelakuan dalam beragama. Dengan jalan inilah siswa berusaha mengekspresikan jiwa keberdagamaannya dalam kegiatan-kegiatan keagamaan. Sebagai contoh ; siswa dilibatkan dalam berbagai kegiatan hari besar Islam, keikutsertaan dalam organisasi keagamaan dan sebagainya.

Ad.2. Kepercayaan dengan kesadaran
Terjadinya kegelisahan, kecemasan, ketakutan bercampur aduk dengan rasa bangga dan kesenangan serta bermacam-macam pikiran dan khayalan sebagai perkembangan psikis dan pertumbuhan fisik, menimbulkan daya tarik bagi remaja atau siswa untuk memperhatikan dan memikirkan dirinya sendiri. Pada tahap selanjutnya mendorong siswa untuk berperan dan mengambil posisi dalam masyarakat.
Semangat keagamaan dimulai dengan melihat kembali tentang masalah-masalah keagamaan yang dimiliki siswa sejak kecil. Mereka ingin menjalankan agama sebagai suatu lapangan yang baru untuk membuktikan pribadinya, karena ia tidak mau lagi beragama secara ikut-ikutan saja. Biasanya smangat agama tersebut terjadi pada usia 17 tahun atau 18 tahun.

Ad.3. Percaya, tetapi agak ragu-ragu
Siswa/pelajaran dalam usia yang dikenal dengan usia remaja, biasanya keraguan kepercayaan terhadap agamanya, dapat dibagi menjadi dua yaitu :
a. Keraguan disebabkan kegoncangan jiwa dan terjadi proses perubahan dalam pribadinya.
b. Keraguan disebabkan adanya kontradiksi atas kenyataan yang dilihat dengan apa yang diyakininya atau dengan pengetahuan yang dimilikinya
Dalam hal ini menurut Zakiah Dradjat bahwa :”kebimbangan tersebut tergantung pada dua faktor penting yaitu kondisi jiwa yang bersangkutan dan keadaan social budaya yang melingkupinya”.

Ad.4. Tidak percaya atau cenderung pada atheis
Perkembangan kearah tidak percaya pada Tuhan sbenarnya mempunyai akar atau sumber dari masa kecil. Apabila seorang anak merasa tertekan oleh kekuasaan atau kezaliman orang tua, maka ia telah memendam sesuatu tantangan terhadap kekuasaan orangtua, selanjutnya terhadap kekuasaan apapun termasuk kekuasaan Tuhan. Di samping itu, keadaan atau peristiwa yang dialami, terutama kebudayaan dan filsafat yang melingkupi, juga ikut mempengaruhi pemikiran anak.

SUMBER :

WJS. Poerwadarminta. Kamus Umum Bahasa Indonesia. (Jakarta : PN. Balai Pustaka. 1991),
Gerungan. Psikologi Sosial. (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), hal.149
Departemen Agama RI. Psikologi Pendidikan. (Jakarta: Biro Kepegawaian Sekjen Depag. 2004). hal.48
Sofyan S.Wills. Problematika Remaja dan Pemecahannya. (Bandung: Angkasa, 1993),
PP.Muhammadiyah. Himpunan Pusat Majelis Tarjih Muhammadiyah. (Jakarta: PP. Muhammadiyah. 1995), hal.276.
PP.Muhammadiyah. Hidup Beragama Dalam Muhammadiyah. (Jakarta : Majelis Tabligh)
Adnan Annawi. Membangun Kehidupan di Jalan Tuhan. (Jakarta: Gema Insani. 2000), hal.87
Zakiah Dradjat. Ilmu Jiwa Agama. (Jakarta: Bulan Bintang. 1998), hal. 67


http://istigfar.blogspot.com/2010/12/perilaku-beragama.html

No comments:

Post a Comment

Sahabat Ku